RSS



Jangan Pernah Mengatakan Selamat Tinggal
            Aku tak mengerti mengapa Tuhan mempertemukan kami berdua dengan seperti ini. Sebenarnya kalau kami menyadarinya kami setiap harinya bertemu. Secara kebetulan kami semasa SMA selalu menaiki bus yang sama ketika berangkat awalnya aku selalu mengabaikan tatapan manisnya terhadapku. Aku selalau merasa risih dengan tatapan itu sebuah tatapan yang didalamnya seperti akan menyampaikan sesuatu yang sangat berarti baginya. Namun aku tak pernah berfikir sejauh itu, hingga tahun pun silih berganti aku masih menemukan tatapan itu. Dalam hati aku bertanya-tanya, mengapa tatapan itu masih ada.
            Hari ini memng tidak terlihat spesial bagi ibuku. Apalagi dari tadi ibu sudah marah padaku karena aku tidak mengerjakan tugasku dengan baik sebagai seorang anak di pagi hari walaupun sedikit konyol namun ibuku sangat menganggapnya amat penting sekali.”Camilaaa, mila sayang apakah kau sudah membereskan semuanya ?? kata ibunya sedikit mengantuk “ehm nanti pulang sekolah saja ya bu, mila capek ujar mila tegas “mila ibu nggak mau kalau kamu membereskannya sepulang dari sekolah tidakkah kau tahu bahwa cucian ibu juga menumpuk ? “aduh ibu, mila sudah besar nanti mila juga akan mengerjakannya kok tenanglah bu “ “kalau begitu terserah kau saja lah” ibunya mengalah “ya sudah mila berangkat dulu, bus mila akan berangkat sebentar lagi” ucapku sambil mencium tangan ibu dan menenteng tas sekolahku kemudian bergegas pergi meninggalkan rumah.
            Aku melangkah dengan tergesa-gesa seakan-akan aku sudah ketinggalan bus. Aku merasakan bahwa aku akan beruntung hari ini, namun kenapa pagi ini aku belum merasakan keberuntungan dan kebahagiaan. Aku tak menyadari bahwa ada seseorang yang membuntutiku dari belakang alih-alih ia ingin menyentuh pundakku yang ramping dan memanggil namaku namun kenyataanya tidak. Spontan saja aku menoleh kebelakang, dengan sedikit tatapan tak percaya dan sedikit bingung, aku melihat sosok laki-laki yang sangat aku kenal dia adalah teman masa kecilku yang bernama Rio. Aku merasakan suasana yang berbeda setelah pagi ini bertemu dengan Rio. Aku tak dapat menduganya kami dapat bertemu di jalanan seperti ini. “Rio ?? apakah itu kau ? tanya Mila dengan nada yang agak sedikit membingungkan. “iya ini aku Rio, masihkah kau mengingatku Mila ?” dengan nada yang meyakinkan. “tentu saja masih Rio, aku tak akan melupakanmu” ucapnya sambil tersenyum. Rio adalah teman masa kecilku dia lima tahun lebih tua dariku, aku menganggap dia seperti kakakku sendiri meskipun aku tahu dia menganggapku lebih dari seorang adik.
Setelah mengobrol sejenak dengannya aku segera masuk ke halte dan memastikan bus untukku hari ini belum berangkat. Ketika aku duduk di bangku tempat biasanya aku menunggu bus ku, sesosok misterius itu memperhatikanku lagi, orang misterius yang biasanya aku lihat setiap berangkat sekolah. Dia juga berseragam sama sepertiku masih kategori anak SMA. Seperti biasa wajahnya selalu memunculkan tatapan manisnya yang membuat aku jenuh di dalam bus apa-apan sih orang ini aku mengenalnya pun tidak, sebenarnya apa yang dia mau ? setelah busku datang aku segera masuk dan mengambil tempat sehingga aku dapat mnghindari tatapan itu yang menjenuhkan. Namun alih-alih datang membawa dia yang menatapku duduk disampingku. Kemudian aku mengilaskan senyumanku untuknya, hanya sekedar lebih santun. “selamat pagi ?” ucapnya dingin “pagiii” timpalku sedikit datar. Namun tanpa kusadari dia mengulurkan tangannya dan berkata “Namaku Deva, bolehkah saya berkenalan denganmu nona ? “namaku Camila kau bisa memanggilku Mila” timpalnya “kamu sekolah dimana Mila ?” “SMA Harapan” jawabnya datar “wow, berarti kita bertetangga, aku bersekolah di SMA Sanjaya persis depan sekolahmu” jawab Deva dengan bersungguh-sungguh “Oh ya ? aku baru menyadarinya”. Tiba-tiba saja bus kami sudah sampai di halte dekat sekolahku. “selamat tinggal Mila busnya sudah berhenti ” “tunggu Dev, jangan pernah mengucapkan selamat tinggal  padaku, katakan saja sampai jumpa lagi, apakah kau tak ingin bertemu denganku lagi ?” “tidak Mila suatu saat pasti kita akan betemu, aku yakin suatu saat nanti” Deva menjelaskan. Aku segera turun dan bergegas pergi meninggalkannya. Walaupun ini sebuah pertemuan singkat namun aku merasa seperti ada yang lain di hidupku. Sebenarnya aku tahu Deva memperhatikanku dari kejauhan namun aku terus berjalan tanpa menoleh kebelakang.
***
            Hari ini hari yang cerah bagiku, ya semoga saja nasibku dan perasaanku juga cerah. Ketika aku mulai membuka tirai jendelaku. Sepertinya suasana hari ini mengingatkanku kepada Deva yang baru saja kukenal kemarin. Sebenarnya aku sudah sering bertemu sejak aku duduk di bangku kelas sepuluh dulu namun, baru aku mau lulus kami berdua baru berbicara padahal setiap hari kita selalu bertemu. Aku melamun sambil membayangkan raut muka Deva, yang tipikal suka bekerja keras dan tak pernah putus saja terlihat di semua garis wajahnya. Tiba-tiba saja ibuku datang membuyarkan lamunanku pagi itu. “Ayo nak sarapan dulu, sudah ibu siapkan” “baiklah bu Mila segera turun”. Lalu aku membasuh wajahku dan merapikan bajuku lalu turun di ruang makan, aku dan ibu sudah terbiasa seperti ini hanya makan berdua tanpa seorang ayah. Ya memang ayahku sudah tiada saat aku masih kecil. Dan itu membuat aku menjadi lebih dewasa dan mandiri. “kamu melamunkan siapa nak ?” tanya ibunya “mm tidak bu, kemarin pagi aku bertemu dengan Rio” timpalnya sambilkan memasukkan sepotong roti berselai coklat ke mulutnya “Rio teman masa kecilmu?” “iya bu, dia baru saja datang dari London setelah mengambil cuti kuliahnya untuk berlibur di Indonesia” jelasnya. “ohh, pantas saja kau melamun hari ini, ternyata putri ibu sedang jatuh cinta” ibunya meledek “ahh ibu bisa saja, Rio sudah aku anggap seperti kakakku bu, aku merasa aman didekatnya”.
            Setelah Mila membereskan sisa-sisa sarapan pagi ini. Kemudian dia naik ke atas dan membaringkan tubuhnya di ranjangnya, ia menerawang. Bagaimana bisa kemarin pagi aku bertemu dengan dua orang pria sekaligus yang langsung membuat aku memikirkannya? Tiba-tiba saja ponselnya berdering dilihatnya siapa yang menghubunginya ternyata Rio yang menghubunginya, ia dengan sigap mengetuk layar ponsel pintarnya dan menyapa Rio “hallo selamat pagi” “pagi juga Camila” “bisakah kita bertemu di taman kota pagi ini jam 9” Mila lalu mendongak melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul 7 pagi “baiklah Rio aku akan bersiap untuk itu” lalu Mila menutup pembicaraannya.
            Setelah bersiap-siap ia bergegas keluar rumah dan pergi ketaman kota. Ia sengaja berjalan kaki pagi ini karena hari yang cerah membuat dia bersemangat hari ini. Matanya alih-alih mencari-cari keberadaan Rio namun belum juga ia temukan tak lama kemudian  ia melihat punggung Rio yang tegap sedang duduk di bangku taman sendirian ia segera menghampirinya. “Kau sudah menunggu lama ?” tanyaku sambil tersenyum “tidak lama, aku baru saja datang” “Mila ada yang ingin aku bicarakan denganmu” “apa itu ?” “3 hari lagi aku akan pergi ke London mungkin aku akan kembali 3 tahun lagi” “secepat iukah kau meninggalkan teman masa kecilmu ?” “aku hanya disini selama 6 hari Mila, bisakah kau mengerti” “iya aku mengerti” “Mila, selama aku di London bisakah kau menjaga cintamu untukku demi ayahku ? ayahku sangat berharap bahwa kau akan menjadi menantunya kelak? Jantung Mila berdetak tak teratur dia kemudian berfikir untuk menjawab pertanyaan Rio, walaupun hatinya berpikiran lain “baiklah Rio jika itu keinginan ayahmu aku akan menjaga cinta ini untukmu”
***
            Tiga tahun telah berlalu, sekarang aku sudah menjadi seorang guru di yayasan yatim piatu. Hal yang telah aku tunggu adalah kedatangan Rio ke Indonesia. Aku masih menebak apakah fikirannya masih sama dengan tiga tahun yang lalu. Namun mengapa aku berharap bahwa Rio merubah fikirannya, namun disisi lain aku telah berjanji untuk ayahnya, Oh Tuhan apa yang harus aku lakukan aku sedang dilanda kebingungan untuk ini.
            Tiba-tiba saja ibuku masuk kekamarku, “Mila cepatlah turun, ada Rio dan Ayahnya di bawah” “baiklah bu aku akan ganti baju dulu”. Lalu ia segera  turun sambil mengilaskan senyumnya yang manis agar tak terlihat kegundahan hati yang sebenarnya. “Rio, mengapa kau tak memberitahuku bahwa kamu akan datang hari ini ?” “Ini kejutan untukmu Mila, aku datang untuk melamarmu maukah kau menjadi istriku Mila ?” jantung Mila berdebar tak tentu ia sangat bingung harus berbuat apa ia lama sekali menjawabnya lalu ibunya menyenggol lengan Mila dan berkata “buatlah Ayah Rio bahagia nak, dan bahagiakan Rio juga, dia sangat menyayangimu” begitu nasehat Ibu Mila. “baiklah aku bersedia menjadi pendamping hidupmu Rio” jawab Mila dengan nada yang datar. Kemudian Ayah Rio segera menentukan hari bahagia itu “pernikahan Rio dan Mila akan dilaksanakan 3 bulan lagi”
Tidak terasa pernikahan tinggal satu bulan lagi. Aku dan Rio berencana akan mengambil undangan pernikahan kami. “Milla apakah kau bahagia ?” tanya Rio sambil menatap lurus kedepan “iya Rio aku bahagia sungguh” “benarkah itu?”  “mengapa kau meragukanku sayang ?”tanya Mila “tidak Mila, aku tidak meragukanmu”. Setelah itu kami tidak saling mengobrol sampai Rio mengantarku pulang, tak lupa Rio memberikan undangan untuk teman-teman Mila. “tahukah kamu Mila? Aku sangat bahagia bisa mendapatkanmu” Rio hanya tersenyum dan menginjak pedal gas mobilnya dengan hati-hati meninggalkanku.
Sesampainya dirumah, Aku lalu mrebahkan tubuhku ke ranjang dan berpikir. Kemudian aku mengingat-ingat Deva, sebuah pertemuan singkat yang membuat aku bahagia bisa bertemu dengannya. “ya, aku harus menemui Deva, aku harus menemuinya”. Lalu aku memejamkan mata lalu tertidur.
            Keesokan paginya ia pergi menemui Deva di halte. Aku berharap dapat memberinya undangan pernikahanku. Akhirnya aku berhasil menemukannya dan menariknya dari dalam halte keluar. “Mila, ada apa mengapa kau menarikku apa maumu?” “aku akan menikah satu minggu lagi, bagaimana menurutmu ?” “itu baik bagimu Mila kau sudah cukup dewasa melakukan itu, kau pantas mendapatkan kebahagiaan” “namun kebahagiaan ini tak sepantasnya untukku, sungguh aku tidak bahagia seperi wanita pada umumnya yang menantikan hari bahagia” “mengapa kamu bicara seperti ini Mila” “Deva, aku bersedia menikah dengan Rio hanya karena Ayahnya, beliau sangat mendambakanku untuk menjadi menantunya, namun disi lain aku mencintai orang lain, yaitu kau Deva aku baru menyadarinya” ucapku sambil terisak “Mila mungkin perkataan waktu kita pertama kali berbicara terbukti saat ini, kau mengatakan jangan pernah mengatakan selamat tinggal, ternyata kau masih ingin bertemu denganku, dan sekarang kau berkata bahwa kau mencintaiku” “itu benar Dev, apa yang harus aku lakukan ?” ucapku sambil menangis “Pergilah bersama Rio, dia pasti sangat mencintaimu” ucapnya lirih “namun maukah kau berjanji, kau mau datang di pernikahanku Lusa di Gereja ?” “baiklah Mila, aku akan datang untukmu”. Lalu Deva pergi membalikkan badannya dari Mila dan mulai menjauh tak lama kemudian ia menoleh kebelakang dan berkata “i love you Mila aku baru menyadarinya” kemudian ia pergi begitu saja  dan kembali masuk ke halte meninggalkanku menangis begitu saja.
            Hari bahagia itu datang namun aku sama sekali tidak bahagia, aku melihat diriku sudah berbalut gaun putih nan cantik, namun aku sangat sedih oh Tuhan mengapa aku tidak dapat bersatu dengan orang yang aku cintai, mengapa ? dengarkanlah doaku Tuhan.  Kemudian ibu menarikku dan berkata “Mila ikrar janji suci sudah akan dimulai, mengapa kau menangis nak ? jangan menyembunyikan perasaanmu pada ibu ” “Tidak bu aku sangat bahagia hari ini”. Kemudian Rio menggandengku menuju tempat yang akan membuat kita berikrar janji sehidup semati. “Rio, bagaimana jika engkau bersatu dengan perempuan yang tidak mencintaimu?” ucapku sambil menangis. Dari kejauhan aku melihat Deva juga meneteskan air matanya walaupun berusaha menahannya. Ketika Rio akan mengucapkan janji itu, aku menangis dan sesekali aku melirik ke arah Deva yang menatapku, Rio menyadarinya dan membawa Deva di sebelahku “Rio, apa yang kamu lakukan?” ucapku lirih “Mila, aku tahu dari awal kau memang tak pernah menganggapku sebagai seorang kekasih, menikahlah dengan pria yang engkau cintai” aku menatap Rio dalam dalam, aku masih bingung dan tidak percaya dengan apa yang dilakukan Rio, kemudian aku tersenyum “terimakasih Rio kau telah mempersatukan kami, semoga Tuhan memberkatimu” “samasama Mila, Dev bahagiakan Mila untukku” ” baiklah Rio” ucap Dev sungguh-sungguh.
            Akhirnya pertemuan singkat kami berubah menjadi tali kasih yang sangat erat, aku senang Tuhan mendengar doaku, aku sangat bahagia hari ini, bisa bersatu dengan pria yang aku cintai yaitu Deva.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar